Posted by : Debsky Sabtu, 14 September 2019

Dazai OsamuDazai Osamu dilahirkan dengan nama Tsushima Shuji pada tanggal 19 Juni 1909 di Desa Kanagi yang terletak di wilayah Tsugaru Utara Prefektur Aomori, Jepang. Ia merupakan anak kesepuluh dari sebelas bersaudara pasangan Tsushima Gen'emon, seorang tuan tanah terpandang, dan Tane. Keluarga Tsushima merupakan salah satu keluarga terkaya di Prefektur Aomori. Ketika Ia dilahirkan, rumah besar keluarga Tsushima telah didiami oleh sekitar tiga puluh orang, mulai dari nenek, buyut, para kerabat serta belasan pelayan. Dazai melewati masa kecil yang kurang bahagia. Selain itu, tubuhnya juga lemah dan sering sakit-sakitan. Semasa kecil Ia kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Akibat kesehatan ibunya yang menurun setelah melahirkan anak kesebelas, maka Dazai telah diserahkan ke dalam pengasuhan bibinya yang bernama Kiye sejak kanak-kanak. Ketika Dazai berusia dua tahun, bibinya mempekerjakan seorang gadis berusia empat belas tahun bernama Take untuk menjadi pengasuhnya. Dazai lebih merasa dekat dengan Take ketimbang kedua orang tuanya. Di kemudian hari kenangannya akan Take Ia tuangkan dalam beberapa karyanya, antara lain dalam Omoide (1933) dan Tsugaru (1947). Ayahnya, Gen'emon, berhasil menjadi anggota parlemen pada tahun 1912. Hal itu membuat kedudukan keluarga Tsushima semakin terpandang. Tetapi di sisi lain, Gen'emon jadi lebih banyak menghabiskan waktu di Tokyo jauh dari keluarga. Situasi tersebut menyebabkan hubungan Dazai dan ayahnya tidak akrab. Pada saat Dazai berusia tiga belas tahun, ayahnya meninggal dunia. Setelah kematian ayahnya, posisi kepala keluarga Tsushima dipegang oleh kakak lelakinya yang tertua bernama Bunji.
Di bidang pendidikan, Dazai tergolong sebagai anak yang cerdas. Sejak duduk di bangku sekolah dasar Ia hampir selalu memperoleh nilai sempurna di sekolah. Sebulan setelah kematian ayahnya, April 1923, Dazai melanjutkan pendidikan tingkat menengah di Aomori, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan tingkat lanjutan di Hirosaki pada bulan April 1927. Di sinilah Ia untuk pertama kalinya menaruh minat pada dunia sastra dan mulai berkeinginan untuk menjadi penulis. Keinginannya menjadi penulis ditentang oleh keluarga Tsushima, khususnya Bunji. Pada tahun yang sama, 1927 penulis terkemuka yang juga merupakan idolanya, Akutagawa Ryuunosuke, meninggal akibat bunuh diri. Dazai yang sangat mengidolakan Akutagawa, sehingga peristiwa bunih diri tersebut cukup mempengaruhi Dazai. Ia kemudian mulai menelantarkan pendidikannya dan mulai menghabiskan uangnya untuk minuman keras dan prostitusi.
Pada usia delapan belas tahun, Dazai terpikat pada seorang geisha muda dari Aomori yang bernama Oyama Hatsuyo. Namun, karena Hatsuyo berstatus sebagai geisha, hubungan keduanya tidak mendapat restu dari keluarga Tshushima. Kemudian bulan Desember 1929, Dazai melakukan percobaan bunuh diri pertamanya dengan cara menelan obat tidur melebihi dosis. Dazai selamat dari percobaan bunuh diri tersebut, namun Ia tidak pernah menjelaskan secara pasti alasan dirinya melakukan usaha bunuh diri itu.
Pada bulan April tahun berikutnya, 1930, Dazai melanjutkan pendidikannya di Departemen Sastra Perancis Universitas Kerajaan Tokyo. Dazai kemudian berhasil menemui Ibuse Masuji yang akhirnya bersedia menjadi mentornya di bidang tulis menulis. Pada tahun ini pula Dazai mulai terlibat dalam gerakan politik sayap kiri.
Hubungan Dazai dan Hatsuyo tetap berlanjut meskipun mendapat pertentangan keras dari keluarganya. Musim gugur taun 1930, Hatsuyo menyusul Dazai ke Tokyo dengan maksud untuk menikah dengannya. Namun rencana tersebut gagal. Hatsuyo dipaksa pulang kembali ke Aomori oleh Bunji. Dazai yang dianggap telah mencemarkan nama keluarga karena berhubungan dengan seorang geisha, dicoret namanya dari kartu keluarga Tsushima. Pada saat Dazai sedang memndam kekecewaan besar terhadap kisah cinta dan juga keluarganya, Ia bertemu dengan seorang pelayan kafe bernama Tanabe Shimeko. Shimeko yang berusia sembilan belas tahun, telah menikah namun hidup berpisah dengan suaminya. Dazai dan Shimeko kemudian sepakat untuk melakukan bunuh diri bersama di Kamakura pada bulan November 1930. Dalam peristiwa itu Shimeko meninggal dunia tetapi Dazai selamat. Dazai kemudian dianggap bertanggung jawab atas kematian Shimeko dan sempat ditahan oleh polisi. Ia akhirnya dibebaskan dengan jaminan setelah Bunji menggunakan kekuatan politiknya.
Dalam upaya menenangkan Dazai akhirnya keluarga Tsushima setuju untuk menikahkan Dazai dan Hatsuyo pada bulan Januari 1931. Setelah menikah Dazai mulai aktif menulis. Ia juga semakin terlibat dalam gerakan komunis. Dazai terlibat secara pasif, seperti membantu menyembunyikan buronan, menyebarkan poster dan leflet, serta menyumbangkan uang yang Ia dapatkan dari keluarganya sebagai biaya pendidikan. Dazai juga tidak berhenti mabuk-mabukan, merokok, dan terlibat prostitusi. Di awal tahun 1932 Dazai dipanggil pulang ke Aomori untuk diinterogasi polisi mengenai kegiatan politik sayap kirinya. Keadaan ini membuat Bunji selaku kepala keluarga berang. Bunji menawarkan sebuah perjanjian. Jika Dazai berjanji untuk berhenti dari kegiatan komunis dan serius melanjutkan pendidikannya di Universitas, maka Bunji tetap akan mengirimkan uang bulanan. Tetapi, jika Dazai menyetujui perjanjian tersebut dan menghentikan keterlibatannya dalam partai komunis. Bunji kemudian tetap memberikan uang bulanan setelah memotongnya dari 120 yen menjadi 90 yen per bulan.
Setelah berhenti dari kegiatan politik sayap kiri, Dazai kemudian memfokuskan diri pada kegiatan menulis. Untuk pertama kalinya Dazai menggunakan nama samaran "Dazai Osamu" di dalam karyanya yang berjudul Ressha (1933). Pada bulan Februari 1933, karya tersebut berhasil memenangkan kompetisi sastra yang diselenggarakan oleh koran Too Nippo.
Pada bulan Maret 1934, Dazai resmi dikeluarkan dari Universitas Kerajaan Tokyo karena hampir tidak pernah menghadiri kuliah. Tahun berikutnya, setelah gagal mendapatkan pekerjaan di Miyako Shinbun, Ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Pada tanggal 15 Maret 1935, Dazai melakukan gantung diri di Kamakura. Percobaan bunuh diri yang ketiga kalinya ini pun berakhir dengan kegagalan.
Percobaan bunuh dirinya yang gagal hanyalah awal dari rentetan peristiwa buruk yang Ia alami di tahun ini. Tiga minggu setelahnya, Dazai terkena usus buntu dan harus dirawat di Rumah Sakit. Selama perawatannya di rumah sakit Ia menjadi kecanduan Pabinal, yaitu salah satu jenis morfin yang digunakan sebagai penahan rasa sakit. Ia mulai menghabiskan uangnya untuk membeli morfin. Ia bahkan mulai memohon kiriman uang tambahan dari keluarga serta pinjaman dari teman-temannya. Dazai terus berjuang melawan ketergantungannya terhadap morfin selama setahun.
Pada tahun ini Ia juga gagal menjadi juara dalam kompetisi sastra bergengsi Akutagawa Prize dan hanya memperoleh gelar runner up. Tahun 1936, Ia lagi-lagi gaga menjadi juara ajang tersebut. Kegagalannya tahun ini menjadi sebuah kekecewaan yang sangat besar bagi Dazai. kekecewaannya yang mendalam Ia sampaikan pada teman-teman terdekatnya, Ibuse Masuji dan Satu Haruo, melalui surat. Di dalam suratnya Dazai berkali-kali menyebutkan keinginannya untuk bunuh diri. Pada bulan Oktorber 1936, oleh teman-temannya Dazai dimasukkan ke rumah sakit jiwa Musashino dengan tujuan untuk menyembuhkan obsesinya akan bunuh diri. Dazai dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa tanpa persetujuannya. Awalnya Ia hanya setuu untuk memeriksakan kondisi paru-parunya yang sempat terinfeksi virus TBC di sebuah rumah sakit umum. Setibanya di rumah sakit, Dazai baru menyadari bahwa rumah sakit tersebut bukanlah rumah sakit umum seperti yang disepakati sebelumnya, melainkan rumah sakit jiwa. Peristiwa tersebut membuatnya semakin kecewa dan merasa dikhianati oleh Hatsuyo dan sahabt-sahabatnya. Kekecewaannya Ia tuangkan dalam sebuah konsep cerita yang berjudul "Human Lost". Cerita itu Ia sempurnakan kembali beberapa tahun kemudian dengan judul Ningen Shikakku.
Proses penyembuhan di rumah sakit jiwa ini berlangsung lebih dari sebulan. Ketika keluar dari RSJ, Dazai telah berhasil menyembuhkan ketergantungannya akan morfin. Namun sekeluarnya Ia dari rumah sakit, tanpa sengaja Dazai mengetahui perilah perselingkuhan Hatsuyo dengan salah seorang teman pelukisnya, Zenshiro Kodate. Merasa dikhianati, Dazai kemudian mendesak Hatsuyo untuk melakukan bunuh diri bersamanya. Keduanya selamat dari percobaan bunuh diri itu, namun memutuskan untuk bercerai setelahnya.
Tak lama setelah berpisah dengan Hatsuyo, atas desakan keluarganya Dazai menikah lagi dengan seorang guru SMP bernama Ishihara Michiko pada musim panas tahun 1938. Dari pernikahannya ini Ia mendapatkan tiga orang anak. Anak perempuannya yang pertama bernama Sonoko lahir pada bulan Juni 1941. Anak keduanya, laki-laki lahir pada 1944 dan diberi nama Masaki. Kemudian putri ketiganya yang bernama Sotoko lahir pada bulan Mei 1947.




Dazai Osamu sebagai karakter dalam game Bungo to Alchemist

Setelah kelahiran Sonoko, Dazai mulai berhubungan dengan salah satu penggemarnya bernama Ota Shizuko. Hubungannya dengan Shizuko menjadi semakin intim dan membuahkan seorang putri bernama Haruko ang lahir pada bulan November 1947.
Ketika Haruko lahir, Dazai telah menjalin hubungan lagi dengan seorang janda bernama Yamazaki Tomie. Dazai lebih sering menghabiskan waktunya di kediaman Tomie di banding di rumahnya sendiri. Pada saat ini Ia sudah benar-benar menelantarkan istri dan ketiga anaknya. Di tahun ini pula Dazai bercerita kepada seorang teman bahwa Ia telah berjanji untuk mati bersama seorang wanita dalam kurun waktu satu tahun.
Pada tahun 1948, Dazai pergi ke Atami untuk beristirahat bernama Tomie. Di sana Ia memperbaiki kembali konsep cerita Human Lost. Cerita ini berhasil Ia selesaikan dan diberi judul Ningen Shikkaku. Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 13 Juni 1948, Dazai dan Tomie menghilang di tengah malam dengan hanya meninggalkan sepucuk surat perpisahan. Dua hari kemudian berita mengenai hilangnya Dazai dan Tomie dipublikasikan dalam berbagai koran dan majalah lokal. Pada tanggal 19 Juni 1948, bertepatan dengan ulang tahun Dazai yang ke-39, jasad keduanya ditemukan di kanal sungai Takagawa yang letaknya tidak jauh dari kediaman Dazai di Mitaka. Setelah diperabukan, lalu disemayamkan di kuil Zenrin yang terletak di Mitaka, Tokyo.

Perjalanan Karier Kesusastraan Dazai Osamu

Peranan dan pengaruh Dazai Osamu dalam kesusastraan modern Jepang tidak diragukan lagi. Selama hidupnya Dazai telah menghasilkan cukup banyak karya, dan beberapa di antaranya berhasil memenangkan penghargaan. Setelah Ia meninggal pun karya-karyanya tetap terus diterbitkan oleh berbagai percetakan besar. Karya Dazai hampir selalu dapat ditemukan dalam antologi kesusastraan modern Jepang, dan terus menjadi bahan penelitian para kritikus maupun peneliti sastra.
Ketertarikan Dazai terhadap dunia sastra mulai tumbuh sejak Ia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Pada musim panas 1925, bersama teman-teman sekolahnya Ia membuat majalah sastra bernama Shinkiro dan majalah Aonbo. Ia juga secara rutin mengirimkan karyanya untuk dipublikasikan di majalah sekolahnya di Aomori.
Kegiatannya di bidang sastra terus Ia lanjutkan sampai di tingkat pendidikan atas. Di masa SMA, Dazai bersama teman-teman sekolahnya di Hirosaki menerbitkan jurnal sastra Saibo Bungei. Di sini Ia menjadi editor dan secara teratur menghasilkan karya untuk dipublikasikan di bawah nama samaran. Semasa Ia bergelut dalam Saibo Bungei Ia mulai berkenalan dengan Ibuse Masuji yang secara rutin mengontribusikan cerita untuk dipublikasikan dalam Saibo Bungei. Karya-karya Dazai di masa ini umumnya baru berupa karya amatir dan hanya dipublikasika di wilayah Aomori dan sekitarnya. Karya-karya yang dihasilkan sebelum kedatangan Dazai ke Tokyo antara lain: Mugen Naraku (1928), Aware ga (1928).
Segera setelah kedatangannya ke Tokyo untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Kerajaan Tokyo, Dazai pergi menemui Ibuse Masuji. Ia meminta Ibuse untuk membantunya masuk ke dalam dunia kesusastraan Jepang. Harus diketahui bahwa di dalam dunia kesusastraan Jepang ada kelompok sastra yang disebut dengan bundan. Bundan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai dunia kesusastraan. Bundan juga mengandung pengertian dunia kesusastraan tertutup yang terdiri atas beberapa kelompok penulis, penyair dan kritikus sastra. Kegiatan mereka berpusat di Tokyo. Para penulis maupun kritikus yang tergabung dalam bundan saling mengenal satu dengan lainnya. Mereka bertemu secara teratur di kafe untuk berdiskusi dan saling memberikan dukungan maupun pengakuan antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam dunia kesusastraan Jepang seseorang pendatang baru tidak bisa datang begitu saja, menerbitkan karya, kemudian menjadi terkenal. Jika ingin menjadi seorang penulis yang diakui keberadaannya di dalam dunia kesusastraan Jepang, maka diperlukan pengakuan dari bundan. Karena menyadari situasi itulah maka Dazai menemui Ibuse Masuji dan memintanya menjadi mentor dan juga sponsornya.
Di bawah bimbingan Ibuse, Dazai terus mengasah dan mengembangkan bakat sastranya. Ibuse secara tekun mengkritik dan mengoreksi gaya bahasa Dazai yang kental akan nuansa dialek Tohoku. Kemudian pada tahun 1933, cerita pendeknya yang berjudul Ressha berhasil memenangkan kompetisi sastra yang diselenggarakan oleh koran Too Nippo. Ressha (1933) bisa disebut sebagai debutnya di dunia kesusastraan Jepang. Dalam kesempatan ini juga untuk pertama kalinya Ia menggunakan nama pena "Dazai Osamu". Ia merasa nyaman dengan nama samaran barunya itu dan memutuskan untuk terus menggunakan nama Dazai Osamu di dalam karya-karya selanjutnya.
Bulan berikutnya karya Dazai yang berjudul Gyofukuki (1933) dipublikasikan di jurnal sastra Kaihyo dan berhasil mendapatkan respon positif dari masyarakat sastra (bundan). Kemudian dari April-Juli di tahun yang sama, karya Dazai yang berjudul Omoide (1933) dipublikasikan sebagai cerita bersambung di majalah yang sama. Akhir tahun 1933, Dazai sudah menjadi anggota tetap sebuah kelompok sastra yang beranggotakan sastrawan lainnya seperti: Dan Kazuo, Ima Harube, Kon Kanichi, dan beberapa sastrawan lainnya.
Pada tahun berikutnya, 1934, karya-karya Dazai secara rutin menghiasi halaman jurnal-jurnal sastra. Karyanya Ha (1934) dan Sarumen Kaja (1934) terbit dalam edisi pertama dan kedua majalah sastra Ban. Kemudian karyanya yang lain, Karewa Mukashi no Kare Narazu (1934) dipublikasikan dalam jurnal Seiki. Pada penghujung tahun 1934, Ia bersama beberapa sastrawan dan kritikus sastra menerbitkan majalah sastra Aoi Hana. Di dalam edisi Aoi Hana pertama dan terakhir--majalah ini hanya bertahan selama satu edisi--karyanya yang berjudul Romanesuku (1934) diterbitkan.
Tahun 1935 adalah tahun yang penting dalam karier kesusastraan Dazai. Pada bulan Februari karyanya yang berjudul Gyakko (1935) diterbitkan dalam Bungei. Gyakko kemudian diikutsertakan dalam kompetensi bergengsi, Akutagawa Prize. Meskipun gagal keluar sebagai juara, Gyakko berhasil menjadi runner up pertama dalam kompetisi itu. Dazai jelas merasa kecewa karena gagal sebagai pemenang. Namun menyandang gelar sebagai runner up pertama Akutagawa Prize jelas memberikan dampak positif terhadap karier Dazai.


Hasil gambar untuk dazai osamu bsd

Dazai Osamu sebagai tokoh dalam serial anime Bungou Stray Dogs

Periode tahun 1935-1938 merupakan tahun yang berat bagi Dazai secara pribadi. Di antara selang waktu tersebut Ia menjadi pecandu narkotik, mencoba bunuh diri, dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, dan akhirnya berpisah dengan Oyama Hatsuyo. Dalam periode ini Dazai tidak terlalu banyak menghasilkan karya. Hanya saja pada bulan November 1935, sahabatnya Dan Kazuo berinisiatif menerbitkan kumpulan cerita pendek yang ditulis Dazai sejak tahun 1932. Dazai memilih judul Bannen untuk kumpulan cerpennya.
Setelah gagal dalam percobaan bunuh diri bersama yang Ia akukan bersama Hatsuyo di tahun 1937, Dazai kemudian menerbitkan Ubasute (1938) yang mengisahkan tentang kegagalan percobaan bunuh diri itu. Pada musim gugur tahun 1939, Dazai kembali mendapat penghargaan. Kali ini Ia mendapatkan penghargaan Kimura Tokoku Award untuk karyanya yang berjudul Joseito (1939). Di masa-masa ini Ia terus minum dan mabuk-mabukan, dan kerap kali Ia mendapatkan inspirasi untuk menulis di kala mabuk.
Pada tahun 1941, Dazai menerbitkan karya yang berjudul Tokyo Hakkei yang merupakan kisah mengenai dirinya dan Hatsuyo. pada tahun berikutnya Ia kembali ke kampung halamannya karena ibunya sakit parah. Perasaannya ketika harus kembali ke kampung halaman setelah sekian lama Ia tuangkan dalam dua karya Kikyorai (1941) dan Kokyo (1942).
Bulan Januari 1944 produser film Toho Production meminta Dazai untuk menulis naskah film Kajitsu (1944). Kemudian bulan Mei tahun yang sama, Ia melakukan perjalanan ke kampung halamannya Tsugaru untuk mengumpulkan bahan cerpennya yang berjudul Tsugaru yang diterbitkan bulan November 1944. Tahun 1946, Ia menerbitkan Takatontotn dan Meri Kurisumasu. Masterpiece-nya yang berjudul Shayo (1947) lahir setelah Ia menghabiskan seminggu penuh berlibur bersama Ota Shizuko di Shimo Soga. Shayo dan Viyon no Tsuma (1947) yang menyusul ditrbitkannya di bulan Maret, adalah karya-karya Dazai di penghujung hayatnya.
Pada bulan Mei 1948, Dazai berhasil merampungkan Ningen Shikkaku yang adalah karyanya yang terakhir sekaligus penutup kisah perjalanan hidupnya di dunia sastra. Satu bulan setelah Ningen Shikaku dipublikasikan Dazai melakukan tindakan bunuh diri bersama Yamazaki Tomie, wanita yang telah dikencaninya sejak bulan Mei tahun 1947. Dazai meninggal dunia tanpa sempat merampungkan karyanya yang berjudul Goodo-hai yang pada saat itu sedang dipublikasikan secara berseri di koran Asahi Shimbun.

Karya tulisan Dazai Osamu

Bannen (1936)
Kyokō no hōkō, Das Gemaine (1937)
Nijusseiki kishu (1937)
Ai to bi ni tsuite (1939)
Joseito (1939)
Hifu to Kokoro (1940)
Omoide (1940)
Hashire Meros (1940)
Onna no Ketto
Tokyo Hakkei (1941)
Shin Hamlet (1941)
Chiyojo (1941)
Kakkekomi Uttae (1941)
Kaze no Tayori (1942)
Aruto Haideruberuhi (1942)
Seigi to Bisho (1942)
Josei (1942)
Fugaku Hyakkei (1943)
Udaijin Sanetomo (1943)
Kajitsu (1944)
Tsugaru (1944)
Shinsaku Shokukobanashi (1945)
Sekibetsu (1945)
Otogizoshi (1945)
Pandora no Hako (1946)
Hakumei (1946)
Fuyu no Hanami (1947)
Viyon no Tsuma (1947)
Shayo (1947)
Ningen Shikaku (1948)
Oto (1948)
Dazai Osamu Zenshu (1989)
Shinban Dazai Osamu Zenshu (1999)

Sumber: 
Sagala, Krissanty Rohana Uli. 2009. Potret Dazai Osamu Melalui Tokoh Oba Yozo Dalam Novel Ningen Shikkaku. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia

Sumber Foto:

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Debsky - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -